🎁 Airdrop Season 7 is LIVE - Answer Fun Questions to Earn $30K Prize Pool Rewards. JOIN NOW!

Free Airdrop Season 7 is LIVE! Answer fun questions or do simple tasks to earn rewards from the $30K BitDegree prize pool. Participate Now ! 🔥

Apakah Hukum Metaverse Ada, siapa yang membuatnya?

Metaverse adalah konsep yang menarik banget, tapi banyak yang salah paham dalam dunia blockchain. Banyak yang tahu tentang keberadaannya tapi enggak yakin dengan fungsi dan cara kerjanya. Karena itu, pertanyaan utama yang ditanyakan tentang konsep ini berkaitan dengan hukum metaverse. Orang-orang sangat ingin tahu apakah ada hukum seperti itu, lalu jika ada, gimana hukum tersebut muncul.

Mungkin pertanyaannya memang agak rumit, tapi mendorong kita untuk memeriksa beberapa prinsip dasar metaverse sambil mencari tahu tentang elemen mana dari dunia fisik yang bertransisi ke dunia maya dan apakah ada konsep dan regulasi metaverse baru yang hanya ada di metaverse.

Untuk memahami hal-hal tersebut kita perlu mencari tahu aspek sosial dan teknologi dari metaverse yang membuatnya berfungsi. Kita perlu menginvestigasi aturan teknis yang potensial dan mungkin ada untuk metaverse berbasis blockchain, serta memahami aspek yang berorientasi pada manusia, yang dibutuhkan untuk regulasi metaverse. Memang subjek ini banyak dan berlapis-lapis, tapi penting banget untuk dieksplorasi, karena jika metaverse ingin dianggap sebagai lokasi tersendiri yang berbeda, maka sangat penting untuk memahami prinsip-prinsip, kebiasaan, dan hukum secara keseluruhan.

Memahami hal ini juga membantu banget untuk mencari tahu di mana perusahaan-perusahaan berorientasi kripto yang terkenal, seperti Unstoppable Domains masuk ke dalam persamaan - kita akan membahasnya juga nanti.

ICO vs IDO vs IEO: Which One's the Best? (Easily Explained)

Apakah kamu tahu?

Ingin menjadi lebih pintar & menambah penghasilan dengan crypto?

Berlangganan - Kami membuat video baru tentang penjelasan crypto setiap minggu!

Ada Hukum Metaverse?

Pertanyaan "apakah ada hukum di metaverse?" dapat diterangkan dalam beberapa cara. Seseorang mungkin bertanya apakah hukum dari dunia nyata berlaku di metaverse, atau mereka mungkin bertanya apakah metaverse punya hukumnya sendiri yang berbeda sama sekali. Mari kita mulai dengan pertanyaan yang pertama.

Cara utama untuk menjawab pertanyaan yang pertama tadi adalah dengan mempertanyakan hak dan hukum mana yang berlaku secara universal. Hal ini penting karena jika sebuah hukum berlaku di seluruh Bumi atau mencakup seluruh kehidupan manusia, maka hukum tersebut akan meluas ke dalam metaverse, karena merupakan ciptaan manusia yang dikembangkan di Bumi. Jawabannya relatif mudah: hak asasi manusia berlaku secara universal.

Bahkan, ada alasan untuk meyakini bahwa hak asasi manusia berlaku hingga ke luar Bumi atau luar angkasa, dengan United Nations Office for Outer Space Affairs atau Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan luar angkasa yang menyatakan bahwa hukum-hukum HAM berlaku tanpa memandang lokasi seseorang. Hal ini sangat penting karena menggarisbawahi karakteristik unik hak asasi manusia yang enggak dimiliki oleh hukum lainnya. Biasanya, hukum dianggap mengatur ruang geografis yang ditempati oleh manusia. Tapi, hak asasi manusia mengatur ruang konseptual tubuh.

Hukum Metaverse: Menggunakan VR dengan model desain rumah.Bukan tentang lokasi yang kamu tempati, melainkan keberadaan kamu sebagai makhluk di dunia tersebut. Oleh karena itu, jika hak asasi manusia bisa ada di ujung alam semesta, niscaya hak asasi manusia juga berlaku untuk metaverse. Hal ini memberi kita dasar yang kuat untuk regulasi metaverse. Pada dasarnya, selama kita adalah manusia, hak asasi manusia berlaku untuk kita.

Mendefinisikan hak asasi manusia bisa jadi agak menantang, karena konsep ini penting banget dan banyak orang yang punya pendapat kuat. Tapi secara umum, sumber terbaik untuk menentukan hak-hak ini adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB punya tiga puluh pasal yang menguraikan apa yang pada dasarnya menjadi kewajiban kita satu sama lain dan apa yang kita miliki karena kita adalah manusia.

Hak ini termasuk hak untuk hidup, kebebasan, pendidikan, kewarganegaraan, larangan penyiksaan, kebutuhan dasar seperti makanan dan tempat tinggal, dan banyak bidang lainnya. Semua ini secara teori berlaku untuk metaverse, meskipun beberapa elemen, seperti makanan dan tempat tinggal, jelas enggak akan relevan.

Hukum Metaverse: Menggunakan VR di depan laptop.Hak-hak yang lebih relevan dengan hukum metaverse adalah seperti larangan diskriminasi, hak atas pendidikan, kebebasan bergerak, kebebasan berpikir dan berekspresi, dan hak atas kehidupan pribadi. Hal-hal tersebut tampak jauh lebih signifikan ketika kita bertanya, "apakah ada hukum di metaverse?"

Apakah Hak Asasi Otomatis Jadi Hukum?

Pada dasarnya saya telah menyamakan hak dengan hukum, dengan berargumen bahwa jika hak asasi manusia ada, maka hukum metaverse pasti ada. Argumen yang masuk akal, tapi tentu membutuhkan beberapa klarifikasi. Mungkin kita biasa menggunakan hak dan hukum secara bergantian dalam percakapan (misalnya mengatakan "Saya punya hak untuk bebas berbicara" atau "Saya punya hak untuk berkehidupan pribadi"), keduanya adalah konsep yang berbeda.

Keduanya memang jelas tumpang tindih, tapi pada dasarnya keduanya terpisah. Hak adalah konsep abstrak yang merangkum keyakinan bahwa manusia punya hak-hak tertentu yang pada dasarnya sudah melekat secara otomatis. Dengan kata lain, hak adalah gagasan juga pernyataan tentang apa yang dibutuhkan manusia pada tingkat fisik dan psikologis untuk menjalani kehidupan terbaik dan paling memuaskan.

Hukum Metaverse: Menggunakan VR sambil mengerjakan pemograman.Di sisi lain, hukum adalah doktrin konkret yang menerjemahkan hak jadi kenyataan. Hak & hukum cenderung bekerja beriringan. Untuk contoh, kita mulai dengan sebuah hak, seperti hak untuk bebas berbicara, dan kemudian kita membuat hukum yang mengukuhkan dan menyucikannya. Hukum adalah pengakuan oleh otoritas atas suatu hak. Begitulah cara kerjanya untuk negara dan secara teori juga begitulah cara kerjanya untuk regulasi metaverse.

Nah, hak & metaverse law ini membawa kita pada rintangan yang rumit untuk diatasi. Badan atau otoritas apa yang akan (atau dapat) membenarkan hak-hak kita dan mengubahnya menjadi hukum dalam metaverse? Konsep hak asasi manusia adalah titik awal yang sempurna, tapi tanpa otoritas hak asasi manusia enggak akan benar-benar menjadi sebuah metaverse law.

Hukum Khusus untuk Setiap Negara

Di atas saya telah menginformasikan bahwa ada kerangka kerja yang dapat digunakan untuk mendefinisikan hukum metaverse, yaitu hak asasi manusia. Nah, selanjutnya adalah perlu ada cara untuk mengaktualisasikannya. Salah satu cara untuk melakukannya adalah di tingkat negara, dengan menggunakan lokasi geografis sebagai tempat utama di mana hukum meta berasal. Maksudnya adalah hukum yang mengatur negara tempat seseorang mengakses metaverse juga akan menjadi hukum metaverse.

Hukum Metaverse: Menari sambil menggunakan VR.Misalnya, jika ada hukum di suatu negara yang melindungi seseorang dari bahaya atau degradasi, maka hukum tersebut akan berlaku di dalam metaverse untuk individu-individu tersebut. Hal ini menyiratkan bahwa hukum fisik akan jadi regulasi metaverse. Ide ini juga dapat ditafsirkan secara berbeda, dengan hukum suatu negara diterapkan enggak hanya kepada pihak-pihak yang menggunakan metaverse, tapi juga pada metaverse itu sendiri, jika dioperasikan atau dikelola dalam suatu negara.

Untuk proyek metaverse yang tersentralisasi ini berarti bahwa hukum berhubungan dengan markas besar metaverse akan berlaku untuk seluruh dunia. Beginilah cara hukum Internet bekerja. Ketika sebuah website dikelola di negara tertentu, maka hukum negara tersebut yang berlaku. Tapi, ide sebelumnya juga berlaku, karena orang-orang yang menggunakan situs tersebut, dari negara mereka masing-masing, akan tunduk pada hukum negara itu juga.

Hukum internet itu rumit banget karena sifatnya yang global, tapi begitulah aturan umum. Hukum metaverse juga berlaku sama, karena metaverse pada dasarnya adalah internet 3 dimensi. Contohnya, di Amerika Serikat, Komisi Komunikasi Federal, dan Mahkamah Agung bisa menjadi badan utama yang berlaku untuk proyek-proyek metaverse yang dijalankan di negara tersebut. Jika proyek-proyek tersebut melibatkan mata uang digital, maka SEC juga bisa terlibat, karena mereka sangat berinvestasi dalam masa depan industri kripto dan blockchain.

Hukum Metaverse: Berpose dengan headset VR.Ya, ini berarti negara tempat metaverse dijalankan kemungkinan besar akan menjunjung tinggi hak asasi manusia yang berlaku di sana, sama juga dengan negara tempat pengguna mengakses metaverse. Mereka juga akan dapat memperkenalkan hukum dan aturan baru untuk mengatur metaverse. Jika FCC ingin membuat kerangka kerja baru dan undang-undang khusus untuk metaverse yang berbasis di AS, maka bisa dengan mudah mengubahnya menjadi peraturan. Setiap lembaga yang diberi wewenang untuk membuat keputusan hukum dan yang dapat berargumen bahwa metaverse berada di bawah yurisdiksi spesifiknya akan bisa melakukan hal ini.

Demikian pula, jika misalnnya seseorang dari Jepang mengakses metaverse AS, maka mereka akan tunduk pada interpretasi Jepang tentang hak asasi manusia, serta hukum lain yang mungkin dibuat oleh Jepang terkait metaverse tersebut. Hal ini dapat dibuat oleh pembuat hukum Jepang, mungkin termasuk Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi negara tersebut.

Hukum Metaverse yang Terdesentralisasi

Segalanya bisa jadi lebih rumit ketika menyangkut proyek metaverse berbasis blockchain yang terdesentralisasi. Dalam dunia yang benar-benar terdesentralisasi, agak sulit untuk menjabarkan yurisdiksi, jadi agak sulit memahami negara mana yang dapat menerapkan hukum pada pengguna. Hal ini enggak mengubah penerapan hukum dari negara tempat orang mengakses metaverse, tapi menimbulkan pertanyaan apakah satu negara dapat memberlakukan hukum metaverse di seluruh dunia untuk semua pengguna.

Hukum Metaverse: Menggunakan VR dengan joystick.Keadaan seperti itu bikin kita bertanya-tanya, "apakah ada hukum dalam metaverse jika metaverse tersebut terdesentralisasi?" Apakah satu-satunya hukum yang ada adalah hukum yang berlaku untuk setiap anggota yang mengaksesnya, yang berarti enggak ada hukum khusus untuk keseluruhan dunia? Ya mungkin saja begitu. Tentu ini berarti hukum masih ada, tapi kamu bisa memasuki ruang digital yang berisi berbagai macam orang dari berbagai wilayah dan semuanya mengikuti hukum yang berbeda.

Apakah ada cara untuk menerapkan konsistensi pada semua hal? Nah, ada dua pendekatan untuk hal ini. Salah satunya adalah suatu negara atau bangsa masih mencoba untuk mengatur seluruh proyek metaverse dengan mengklaim bahwa peraturannya kurang terdesentralisasi. Konsep ini telah dicoba dilakukan oleh SEC, yaitu dengan mengklaim bahwa ada beberapa proyek di bawah yurisdiksi mereka yang decentralized in name only (terdesentralisasi hanya pada namanya saja) atau disingkat DINO.

DINO enggak benar-benar terdesentralisasi, tetapi menampilkan diri mereka seperti itu, mengandung beberapa elemen terdesentralisasi dan meniru struktur proyek yang benar-benar terdesentralisasi, tapi kenyataannya DINO memiliki tokoh dan aktor yang dapat menunjukkan perilaku yang sangat tersentralisasi di dalam proyek mereka. SEC telah menimbulkan kecurigaan seperti ini terhadap Uniswap, salah satu bursa terdesentralisasi yang terbesar dan paling perintis. Uniswap, salah satu bursa terdesentralisasi yang terbesar dan paling perintis. Uniswap, sejauh ini, belum terbukti sebagai DINO, enggak cuma itu, tapi sulit juga untuk mengukur atau mengidentifikasi setiap DINO yang ada.

Hukum Metaverse: Mencoba menonton menggunakan VR.Jika SEC, FCC, atau badan pengatur lain di suatu tempat di seluruh dunia menganggap metaverse "terdesentralisasi" sebagai DINO, maka mereka dapat mencoba menerapkan yurisdiksi mereka pada proyek-proyek metaverse itu. Apakah mereka akan berhasil dan hukum ini akan dilihat sebagai hukum yang asli dan disucikan? Ya sulit untuk dikatakan, tapi penerapan ini adalah salah satu cara di mana hukum metaverse bisa muncul.

Metaverse Native Law

Enggak ada yang bisa memprediksi akan kesuksesan metode ini, tapi ada cara lain untuk mengeksplorasi apakah ada hukum di metaverse. Dalam semangat melihat metaverse sebagai dunia virtual yang berbeda dengan budaya dan konvensi sosialnya sendiri, mungkin ada cara bagi anggota metaverse untuk membuat pedoman dan hukum mereka sendiri.

Hukum tersebut akan menjadi native law sekaligus hukum yang unik untuk metaverse. Hukum-hukum ini mungkin paling cocok untuk mewujudkan konsep "hukum metaverse," karena berlaku secara khusus di dalam ruang virtual. Tentu saja, pasti timbul pertanyaan; siapa yang akan memutuskan? Kemungkinan, akan melibatkan identifikasi dan pemilihan lawmaker atau pembuat hukum metaverse.

Hukum Metaverse: Pengguna metaverse dengan headset VR.Ada beberapa cara berbeda yang dapat dilakukan oleh metaverse untuk melakukan pendekatan ini. Mereka dapat menanganinya dengan cara yang sama seperti governance pada blockchain standar, yaitu dengan para pengguna memberikan suara pada masalah dengan coin dan token.Cara lainnya adalah dengan stakingdan mining. Dalam sistem ini, para pengguna memberlakukan perubahan dengan menggunakan keuangan mereka untuk menunjukkan kesetiaan pada konsep dan ide yang berbeda.

Hal seperti itu terjadi pada blockchain seperti Ethereum, Bitcoin, danBinance Smart Chain. Dalam pengaturan metaverse, proses ini bisa dilihat sebagai demokrasi langsung, di mana setiap individu dalam ekosistem memberikan suara secara langsung, tanpa ada perwakilan. Saat ini, demokrasi langsung jarang terjadi di dunia nyata, meskipun dulu sangat menonjol di zaman Yunani dan Romawi kuno.

Demokrasi ini enggak lagi populer sebagian karena kurang sumber daya dan enggak mampu mengelolanya dengan baik. Tapi saat ini, teknologi blockchain membantu pemungutan suara seperti ini ditangani dengan cara yang lebih efisien, sehingga penggunaannya dalam proyek metaverse dapat diterima dan berguna. Tentu saja, cara yang lebih umum adalah dengan memilih atau voting perwakilan metaverse.

Hukum Metaverse: Pengguna VR dengan HP dan laptopnya.Kebanyakan blockchain berfungsi dalam pengaturan atau gaya demokrasi yang lebih langsung. Tapi Polkadotadalah pengecualian, platform blockchain ini punya ekosistem yang kaya dan teknis banget ditambah pemisahan kekuasaan atau seperation of power. Struktur dan susunannya menciptakan sebuah kerangka kerja yang menarik tentang pemilihan lawmaker metaverse.

Polkadot bukan cuma sebuah proyek blockchain yang berlapis-lapis, tapi sistem governance-nya juga punya banyak aspek dan fitur yang tumpang tindih. Oke, saya akan membahas dua di antaranya, yaitu Polkadot Council (dewan Polkadot) dan Polkadot Technical Commitee. Jadi, anggota dewan dipilih oleh pemegang token DOT. Peran mereka adalah mengatur referendum di antara para pemegang DOT, seperti mengenai masalah-masalah yang mendesak (konsep ini diturunkan dari demokrasi langsung).

Para anggota dewan juga bisa memberikan suara dengan suara bulat pada perubahan tertentu di blockchain yang enggak kontroversial. Dewan ini pada dasarnya adalah lawmaker resmi proyek ini. Tapi melalui referendum, kamu bisa mempertimbangkan pemegang token rata-rata sebagai pembuat hukum yang resmi juga. Satu hal yang dapat dilakukan oleh komite ini adalah memilih anggota Komite Teknis. 

Hukum Metaverse: Seorang anank berlatih karate dengan headset VR.

Tujuan utama komite ini adalah untuk memelihara blockchain dan menyediakan update. Secara umum, mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh dewan dan pemegang token (melalui referendum), mereka juga punya kekuatan khusus untuk melakukan upgrade darurat dengan cepat atau bahkan memicu referendum darurat. Karena alasan ini, kita bisa menganggap mereka sebagai lawmaker juga.

Komite dan dewan metaverse bekerja dengan cara yang sama, yaitu memanfaatkan sebagian faktor demokrasi langsung, juga membuat anggota komunitas memilih perwakilan individu. Sistem ini berfungsi berdasarkan berapa banyak token yang dimiliki seseorang, atau bahkan dapat bekerja dengan menyatakan bahwa penduduk metaverse masing-masing mendapatkan satu suara (atau satu suara per rumah, karena sulit untuk mendistribusikan satu suara per orang dalam pengaturan terdesentralisasi karena enggak ada cara untuk verifikasi identitas).

Menegakkan Hukum Metaverse

Ahli hukum (ahli filsafat hukum), H.L.A. Hart, berargumen bahwa hukum hanya ada jika dapat ditegakkan. Pendapatnya adalah bahwa jika sebuah hukum hanya ada di atas kertas atau di benak masyarakat, tapi enggak pernah diberlakukan, maka hukum tersebut enggak bisa dianggap sebagai hukum. Dalam hal ini, kamu bisa memperluas pertanyaan "apakah ada hukum di metaverse?" menjadi "bagaimana hukum metaverse dapat ditegakkan?"

Hukum Metaverse: Menggunakan headset VR bersama teman.Jawabannya sangat tergantung pada jenis hukum apa yang sedang kita diskusikan. Keputusan dan aturan tentang teknis metaverse yang dibuat oleh para lawmaker dapat diberlakukan dan ditegakkan oleh anggota teknis yang terpilih, misalnya programmer dan developer. Kalau komunitas (atau dewan) memberikan suara untuk membuat perubahan signifikan dalam metaverse, maka hukum akan berlaku sejak tim teknis mewujudkan ide tersebut.

Perubahan tersebut akan dianggap sebagai hukum karena telah ditegakkan. Tapi gimana dengan hukum pada tingkat yang lebih pribadi? Katakanlah seseorang dilecehkan oleh anggota metaverse lain (seperti dikuntit atau diserang secara verbal). Bahkan jika hak asasi manusia yang mencegah perlakuan yang merendahkan atau berbahaya meluas ke metaverse, siapa yang bisa menghentikan seseorang untuk melakukan hal seperti itu?

Nah, pertanyaan kayak gini membawa kita pada topik yang menarik, yaitu jenis hukuman apa yang secara teoritis dapat terjadi di ruang virtual. Agar hukum di metaverse bisa berlaku, mungkin perlu ada hukuman untuk perilaku yang enggak baik. Kembali ke blockchain standar sebagai inspirasi, kami menemukan satu opsi yang memungkinkan.

Hukum Metaverse: Main game menggunakan headset VR dan joystick.Pada blockchain, biasanya stakers yang mencoba mempermainkan sistem atau melakukan sesuatu yang enggak adil demi keuntungan finansial akan kehilangan token yang mereka gunakan untuk staking. Mungkin hal yang serupa dapat terjadi di dalam metaverse, di mana pengguna yang memiliki aset atau properti di dalam ruang virtual dapat kehilangan aset tersebut dalam bentuk denda. Bergantung pada seberapa intens atau kreatifnya dewan metaverse, dendanya bisa termasuk kehilangan rumah, atau harta benda berharga seperti token dan NFT yang menguntungkan lainnya.

Mungkin ada metode lain juga, seperti menodai reputasi seseorang dengan menandai profil mereka dengan daftar kejahatan metaverse atau tindakan antisosial yang telah mereka lakukan. Poin-poin dalam daftar tersebut dapat bertahan di sana untuk jangka waktu tertentu, bertindak sebagai hukuman tersendiri.

Itu hanyalah dua pilihan hukuman, tapi buat mereka yang paling nakal dan menjijikkan, hukuman yang lebih ketat mungkin diperlukan. Pemenjaraan metaverse terdengar seperti ide yang aneh, tetapi secara teoritis dapat dilakukan dengan menempatkan avatar seseorang ke dalam ruang terpencil di mana mereka enggak bisa bersosialisasi dengan orang lain untuk jangka waktu tertentu.

Hukum Metaverse: Seorang wanita mencoba headset VR.Hukumannya bisa lebih buruk lagi, mungkin ada cara untuk mengasingkan seseorang dari metaverse, seperti mengusir mereka dari dunia virtual dan secara efektif menghapus profil mereka. Exile atau pengasingan adalah hukuman yang serius dan dalam metaverse, itu sama dengan kematian, karena mencegah avatar kamu teraktualisasi dan berfungsi dalam dunia seperti itu. Hukuman ini harus diterapkan hanya pada pelanggar terburuk, dengan bukti yang kuat untuk mendukung tindakan tersebut.

Cara-cara di atas adalah cara yang potensial untuk menerapkan hukuman, tapi kita kekurangan dua elemen penting dalam proses ini: hakim dan juri. Seorang hakim metaverse dapat secara efektif dipilih melalui pemungutan suara, mirip dengan dewan, atau mereka dapat dipilih oleh dewan, mirip dengan pemilihan anggota Komite Teknis Polkadot.

Di Polkadot, untuk menjadi anggota komite, kamu harus menunjukkan pemahaman yang kuat tentang ekosistem Polkadot pada tingkat fundamental dan teoretis. Aturan seperti ini dibuat dan dimodifikasi untuk memastikan bahwa para hakim memiliki latar belakang hukum atau pemahaman tentang ide dan protokol hukum yang seharusnya ada.

Hukum Metaverse: Menggunakan headset VR dengan iPad.Juri kemudian dapat dipilih oleh para stakeholder dengan cara semi-acak, mirip dengan bagaimana para staker dipilih untuk chain Proof of Stake. Perlu diketahui kalau pada diskusi seperti ini, kita bekerja dengan sangat teoretis, karena metaverse adalah konsep yang baru banget, jadi tentu proses yuridis masih dikembangkan untuk sebagian besar ruang. Sama seperti di dunia nyata, kemungkinan besar akan ada beberapa “trial and error,” dan beberapa dorongan dan tarikan untuk menemukan sistem yang tepat.

Tapi bagaimanapun situasinya, ide-ide seperti ini penting banget untuk dipertimbangkan, karena hukum metaverse dan mengatur metaverse adalah konsep yang harus dipertimbangkan sedini mungkin agar lebih mudah untuk menetapkan preseden dan membangun lingkungan dan ekosistem yang lancar. Jika ide-ide itu hanya sebuah renungan, maka titik buta dan masalah besar akan timbul.

Sama seperti dewan hukum metaverse (metaverse law council) dan komite teknis, hakim dan juri virtual juga akan memainkan peran penting dalam mewujudkan hak asasi manusia kita dan memastikan bahwa hak tersebut dipertahankan, ditegakkan, dan dihormati secara keseluruhan. Tanpa figur-figur yang ditempatkan pada posisi untuk melakukan hal ini, dan tanpa pemisahan kekuasaan yang kuat yang didukung oleh prinsip-prinsip demokrasi, gagasan tentang kebebasan, kemerdekaan, privasi, dan semua hak asasi manusia lainnya enggak akan mendapatkan perlakuan dan perhatian yang layak.

Kesimpulan

Hukum dan sistem hukum metaverse adalah sesuatu yang menarik banget untuk direnungkan. Batasan digital sedang dibangun dan dieksplorasi secara real time, banyak ide dan gagasan yang telah saya bahas masih terus dikembangkan dan didiskusikan oleh para tokoh terkemuka di dunia teknologi dan blockchain. Belum ada yang benar-benar sudah pasti, tapi yang proses mencari tahu hal-hal seperti itu tentu akan mencerahkan seluruh umat manusia.

Pada artikel ini, individu telah dibahas sebagai elemen yang paling menonjol dalam industri ini. Namun, ada beberapa titik buta dalam pembahasan kita. Misalnya, bahkan dengan blockchain yang terdesentralisasi, kita enggak tahu jenis signifikansi dan keterlibatan seperti apa yang dimiliki oleh perusahaan tersentralisasi seperti Unstoppable Domains.Mereka mungkin memimpin dalam mengedukasi masyarakat, melatih para pembuat hukum, atau menciptakan infrastruktur. Bisa juga mereka mungkin menemukan diri mereka dalam peran baru yang bahkan belum bisa kita pahami.

Aktivitas seperti di atas enggak mengejutkan, mengingat bagaimana mereka telah membantu membina dan berinvestasi dalam banyak proyek eksperimental di industri ini, bahkan yang terdesentralisasi. Jadi, hukum metaverse dan pembuat hukum metaverse mungkin terinspirasi oleh mereka. Masa depan bisa diisi dengan segudang liku-liku di sektor ini yang enggak bisa kita prediksi. Inilah yang membuatnya begitu memukau.

Konten yang dipublikasikan di situs web ini tidak bertujuan untuk memberikan segala jenis nasihat keuangan, investasi, perdagangan, atau bentuk lain apa pun. BitDegree.org tidak mendukung atau menyarankan Anda membeli, menjual, atau menahan segala jenis cryptocurrency. Sebelum membuat keputusan investasi keuangan, konsultasikan dengan penasihat keuangan Anda.

Tentang Para Ahli & Analis di Artikel Kami

Oleh Aaron S.

Pemimpin Redaksi

Aaron memiliki gelar master dalam bidang studi Ekonomi, Politik & Budaya Asia Timur, juga menulis makalah ilmiah dengan analisis komparatif tentang perbedaan antara bentuk kapitalisme Kolektif di AS dan Jepang, 1945-2020. Pemimpin redaksi Bitdegre...
Aaron S. Pemimpin Redaksi
Aaron memiliki gelar master dalam bidang studi Ekonomi, Politik & Budaya Asia Timur, juga menulis makalah ilmiah dengan analisis komparatif tentang perbedaan antara bentuk kapitalisme Kolektif di AS dan Jepang, 1945-2020.
Pemimpin redaksi Bitdegree ini memiliki pengalaman hampir sepuluh tahun di bidang FinTech yang tentu membuatnya telah memahami semua masalah dan perjuangan terbesar yang dihadapi para penggemar crypto. Dia juga seorang analis penuh semangat dan sangat suka dengan konten-konten berbasis data dan fakta, juga konten yang ditujukan untuk para pengguna lama Web3 dan para pengguna baru.
Aaron adalah orang yang tepat jika berhubungan dengan mata uang digital. Dengan edukasi blockchain & Web3, pria hebat ini membantu para pendatang baru agar lebih mudah memahami semuanya.
Selain hal diatas, Aaron adalah juga seorang penulis dan sering dikutip oleh berbagai outlet terkemuka. Pada waktu senggangnya dia suka meneliti tren pasar dan mencari supernova berikutnya.

Berita & Video Crypto Terbaru

Tinggalkan feedback jujur kamu

Tulis pendapat kamu & bantu ribuan orang untuk memiliki bursa kripto terbaik. Semua komentar, baik positif maupun negatif, akan diterima selama ulasan kamu jujur. Kami tidak akan mempublikasikan ulasan yang bias atau spam. Jadi, jika kamu ingin membagikan pengalaman/pendapat pribadi kamu atau hanya ingin memberikan saran - inilah saatnya!

FAQ

Hukum metaverse apa saja yang paling penting?

Sebenarnya sulit menentukan hukum metaverse apa yang paling penting atau istimewa, tapi mungkin yang paling mendesak adalah hukum yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Hak ini adalah fitur yang diperlukan dalam sistem hukum atau budaya apa pun, karena itu akan menjadi yang terpenting agar metaverse berfungsi secara adil. Sulit untuk mengatakan siapa yang akan memutuskan gimana hak-hak ini akan diwujudkan, tapi perusahaan-perusahaan crypto yang berpengaruh bisa memiliki andil dalam hal ini.

 

 

 

Apa yang dimaksud dengan pembuat hukum metaverse?

Lawmaker atau pembuat hukum metaverse adalah seseorang yang membuat atau memberlakukan keputusan hukum dalam metaverse. Mungkin keputusannya bersifat struktural atau teknis tentang gimana proyek atau ekosistem ini berjalan, atau mereka mungkin orang yang membuat keputusan tentang perilaku tertentu terkait peserta metaverse. Para lawmaker ini terlibat dalam berbagai jenis hukum metaverse. Sebagian bahkan mungkin merupakan organisasi, misalnya seperti Unstoppable Domains.

 

Bagaimana cara memilih crypto exchange terbaik?

Ketika mencari crypto exchange terbaik, Anda perlu menyeimbangkan antara fitur-fitur utama yang perlu dimiliki crypto exchange top dan juga fitur-fitur tertentu yang Anda pribadi minati. Sebagai contoh, semua exchange terbaik perlu memiliki fitur-fitur keamanan tingkat tinggi, namun jika Anda hanya berencana trading beberapa cryptocurrency yang paling utama, Anda tidak usah memikirkan variasi koin yang tersedia dalam suatu exchange.Semuanya akan bergantung pada pilihan Anda!

Cryptocurrency exchange mana yang paling cocok untuk pemula?

Ketika membaca ulasan crypto exchange terbaik, Anda akan menyadari bahwa sebagian besar exchange dirancang sehingga mereka mudah untuk digunakan. Walaupun ada beberapa exchange yang didesain dengan lebih ramping dan mudah dipakai, Anda tidak akan mengalami kendala apa pun saat menggunakan exchange top mana pun. Dari segi pengguna sendiri, banyak yang mengatakan bahwa KuCoin termasuk salah satu exchange paling simpel yang saat ini ada di pasaran.

Apa perbedaan antara crypto exchange dan broker?

Sederhananya, cryptocurrency exchange adalah tempat di mana Anda saling bertukar cryptocurrency dengan orang lain. Platform exchange (seperti Binance) berperan sebagai penengah - yaitu untuk menjembatani Anda (penawaran atau permintaan Anda) dengan orang lain (penjual atau pembeli). Pada kasus broker, tidak terdapat "orang kedua" - Anda datang dan menukarkan koin kripto atau uang fiat Anda ti dalam platform, tanpa ada campur tangan pihak ketiga. Ketika berbicara tentang peringkat exchange cryptocurrency, kedua istilah di atas (exchange dan broker) biasanya digabungkan menjadi satu istilah - exchange. Hal tersebut dilakukan untuk penyederhanaan.

Apakah semua cryptocurrency exchange terbaik berbasis di Amerika Serikat?

Tidak, sama sekali tidak! Walaupun ada beberapa cryptocurrency exchange top yang berbasis di AS (seperti KuCoin atau Kraken), ada juga beberapa platform teratas yang berlokasi di belahan dunia lain.. Sebagai contoh, Binance berada di Tokyo, Jepang, sedangkan Bittrex berlokasi di Liechtenstein. Ada beberapa alasan mengapa exchange tertentu memilih tuk berlokasi di negara tertentu, biasanya karena alasan kemudahan berbisnis. Namun, faktor geografi tidak mempengaruhi kualitas platform sendiri.